KATA
PENGANTAR
Kami
panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah “Konstitusi Negara” sebagai
pemenuhan tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Banyak
sekali hambatan dalam penyusunan makalah ini baik itu masalah waktu, sarana,
dan lain-lain. Oleh sebab itu, selesainya makalah ini bukan semata-mata karena
kemampuan kami saja, banyak pihak yang mendukung dan membantu kami. Dalam
kesempatan ini kami selaku penyusun makalah mengucapkan terimakasih kepada
pihak-pihak yang memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam
pembuatan makalah ini.
Kami
berharap makalah ini nantinya dapat berguna bagi para pembaca. Apabila ada
kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah, kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun agar dapat lebih baik lagi.
Yogyakarta, 01 Maret 2013
Tim Penyusun.
DAFTAR ISI
Halaman Sampul
i
Kata Pengantar
ii
Daftar
isi
iii
Bab I Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
1
Rumusan Masalah
2
Tujuan
3
Bab II Pembahasan
Pengertian dan Konsep Dasar Konstitusi
4
Hakikat dan Fungsi Konstitusi
6
Sejarah Lahirnya UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara
Indonesia
7
Dinamika Pelaksanaan UUD 1945 sebagai Konstitusi
Negara Indonesia
9
Amandemen UUD 1945 (1999-2002)
14
Bab
III Penutup
Kesimpulan
18
Daftar Pustaka
19
Lampiran
20
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Konstitusi merupakan hukum dasar
suatu negara. Setiap negara pasti memiliki konstitusi. Karena tanpa adanya
konstitusi negara tidak mungkin terbentuk. Sebagai hukum dasar negara,
kostitusi berisi aturan dan ketentuan tentang hal-hal yang mendasar dalam
kehidupan suatu negara. Jadi segala praktik-praktik dalam penyelenggaraan
negara harus didasarkan pada konstitusi dan tidak boleh bertentangan dengan
konstitusi tersebut.
Seperti halnya praktik
penyelenggaraan bernegara di Indonesiapun juga didasarkan pada konstitusi. Hal
ini dapat dicermati dalam kalimat pembukaan UUD 1945 alenia ke-4 yang berbunyi
: “...Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, menceerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial , maka disusunlah Kemerdekaan
Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.”
Dari pernyataan ini jelas bahwa Indonesia memiliki undang-undang dasar sebagai
konstitusi yang menjadi hukum dasar tertulis.
Pada umumnya, konstitusi memang
sering disamakan dengan undang-undang dasar sebagai hukum dasar tertulis.
Tetapi, kostitusi memiliki penegertian yang lebih luas lagi. Konstitusi tidak
hanya meliputi peraturan yang tertulis saja yaitu undang-undang dasar, tetapi
peraturan yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan
terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara atau yang disebut dengan
konvensi.
Seperti kita ketahui bahwa
kehadiran konstitusi atau undang-undang dasar merupakan syarat mutlak bagi
sebuah negara. Tidak ada satu negarapun di dunia ini yang tidak mempunyai
konstitusi atau undang-undang dasar. Dalam sejarahnya, di Indonesia telah
berlaku 3 macam undang-undang dasar dalam empat periode yaitu UUD 1945
(1945-1949), UUD RIS (1949-1950), UUDS (1950-1959), dan kembali lagi ke UUD
1945 (1959- sekarang). Sebagai hukum dasar negara Indonesia, UUD 1945 tentu
memiliki kedudukan, peran dan fungsi yang sangat urgen. Jika dilihat dari
sejarahnya, UUD 1945 merupakan hasil perjuangan politik bangsa Indonesia waktu
itu dan sekaligus merupakan pandangan tokoh-tokoh bangsa (founding fathers) yang hendak diwujudkan baik untuk masa sekarang,
maupun untuk masa yang akan datang. Sehingga, UUD 1945 harus dijadikan sebagai
landasan dalam pelaksanaan Pemerintah Republik Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, UUD 1945
mengalami dinamika yang mengikuti perubahan sistem politik negara Indonesia. UUD
1945 mengalami empat kali proses amandemen yang dilakukan oleh MPR, yaitu tahun
1999, 2000, 2001, dan 2002. Perubahan tersebut meliputi hampir keseluruhan
materi muatan UUD 1945, kecuali pembukaan dan prinsip-prinsip bernegara yang
telah disepakati untuk tidak diubah. Proses amandemen ini dianggap perlu,
mengingat adanya perubahan kehidupan manusia, baik secara internal maupun
secara eksternal. Sehingga, konstitusi sebagai landasan kehidupan bernegara
harus senantiasa menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat.
Jangan sampai konstitusi ketinggalan zaman dan tidak mampu lagi berfungsi
sebagai dasar negara. Oleh karena itu, dengan adanya amandemen ini diharapkan
dapat membawa kemajuan dalam kehidupan ketatanegaraan di Indonesia.
B. Rumusan
masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut :
1. Apa pengertian dan konsep dasar
konstitusi?
2. Apa hakikat dan fungsi konstitusi?
3. Bagaimana sejarah lahirnya UUD 1945
sebagai konstitusi negara Indonesia?
4. Bagaimana dinamika pelaksanaan UUD 1945
sebagai konstitusi negara Indonesia?
5. Mengapa dilakukan amandemen terhadap UUD
1945?
C.
Tujuan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui dan memahami pegertian
dan konsep dasar dari konstitusi.
2. Untuk mengetahui dan memahami hakikat
dan fungsi konstitusi.
3. Untuk mengetahui sejarah lahirnya UUD
1945 sebagai konstitusi negara Indonesia.
4. Untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan
UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia.
5. Untuk memahami penyebab dilakukannya amandemen
UUD 1945 serta mengetahui hasil amandemen.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan Konsep Dasar Konstitusi
Istilah konstitusi berasal dari
bahasa Perancis (constituer) yang
berarti membentuk. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksud adalah
pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan aturan suatu negara
(Srijanti dkk, 2008). Konstitusi bisa dipersamakan dengan hukum dasar atau
undang-undang dasar. Undang-undang dasar ialah hukum dasar yang tertulis.Dalam
bahasa belanda istilah konstitusi di kenal dengan istilah “Ground wet “ yang di
terjemahkan sebagai undang-undang dasar. Dalam bahasa indonesia, wet di
terjemahkan sebagai undang undang, dan Ground yang berarti tanah. Di
negara-negara yang menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa nasional, di
gunakan istilah Constitution yang
diartikan kedalam bahasa indonesia menjadi konstitusi. Pengertian konstitusi
dalam praktik mempunyai pengertian lebih luas dari undang-undang dasar.
Dalam ilmu politik, Constitution
merupakan suatu yang lebih luas, yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan
baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat
cara-cara bagaimana sesuatu pemerintahan diselenggarakan dalam masyarakat. Di
jerman istilah konstitusi juga dikenal dengan istilah grundgesetz, yang juga
berarti undang-undang dasar. Grund diartikan sebagai dasar dan gesetz diartikan
undang-undang. Sedangkan kata konstitusi
dalam kamus besar bahasa indonesia diartikan sebagai segala ketentuan dan
aturan mengenai ketatanegaraan dan juga diartikan sebagai undang-undang dasar
suatu negara.
Istilah konstitusi menurut Chairul
Anwar adalah fundamental laws tentang pemerintahan suatu negara dan nilai-nilai
fundamentalnya. Sedangkan menurut sri soemantri, konstitusi berarti suatu
naskah yang membuat suatu bangunan negara dan sendi-sendi sistem pemerintahan
negara. Dari kedua pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa konstitusi memuat
aturan aturan pokok ( fundamental ) mengenai sendi-sendi yang diperlukan untuk
berdirinya suatu negara. E.C.S. Wade mengatakan bahwa yang di maksud konstitusi
adalah “ a document having a special
legal sansctity which set out the framework
and the principle function the
organ of government of a state and declares the principles governing the operation
of those organs” yang di artikan sebagai naskah yang memaparkan rangka dan
tugas-tugas pokok dari badan badan pemerintahan suatu negara dan menentukan
pokok cara kerja badan tersebut. Apabila negara di pandang sebagai kekuasaan
atau organisasi kekuasaan, maka undang-undang dasar dapat di pandang sebagai
lembaga atau kumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi antara
beberapa lembaga kenegaraan, misalnya antara badan legislative, eksekutif, dan
yudikatif. Undang-undang dasar menetapkan cara-cara bagaimana pusat-pusat
kekuasaan ini bekerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lain, merekam
hubungan hubungan kekuasaan dalam suatu negara.
Dalam bahasa latin, kata konstitusi
merupakan gabungan dari dua kata, yaitu Cume dan statuere. Cume adalah sebuah preposisi yang berarti “ bersama-sama
dengan…,” sedangkan statuere mempunyai arti berdiri. Dari dasar itulah kata Cume Statuere
mempunyai arti “ membuat sesuatu agar berdiri atau mendirikan/ menetapkan.”
Dengan demikian bentuk tunggal dari konstitusi adalah menetapkan sesuatu secara
bersama-sama dan bentuk jamak dari konstitusi adalah segala yang di tetapkan.
Selain itu juga berlaku hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan
dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik-praktik penyelenggaraan negara,
yang disebut dengan konvensi.
Terdapat beberapa definisi
kontitusi dari para ahli, yaitu :
a) Herman Heller, membagi pengertian
konstitusi menjadi tiga: Konstitusi dalam pengertian politik sosiologis.
Konstitusi mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu
kenyataan.
b) Konstitusi merupakan satu kesatuan
kaidah yang hidup dalam masyarakat yang selanjutnya dijadikan satu kesatuan
kaidah hukum. Konstitusi dalam hal ini sudah mengandung pengertian yuridis.
c) Konstitusi yang ditulis dalam suatu
naskah sebagai undang-undang yang tinggi yang berlaku dalam suatu negara.
Menurutnya pengertian
konstitusi lebih luas dari undang-undang dasar.
1. K.C. Wheare mengartikan konstitusi
sebagai “keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara, berupa kumpulan
peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah daalm pemerintahan suatu
negara.
2. Prof. Prayudi Atmosudirdjo merumuskan
konstitusi sebagai berikut.
a) Konstitusi suatu negara adalah hasil
atau produk sejarah dan proses perjuangan bangsa yang bersangkutan.
b) Konstitusi suatu negara adalah rumusan
dari filsafat, cita-cita, kehendak, dan perjuangan bangsa Indonesia.
c) Konsitusi adalah cermin dari jiwa, jalan
pikiran, mentalitas, dan kebudayaan suatu bangsa.
Konstitusi
dapat diartikan dalam arti luas dan sempit, sebagai berikut :
1. Konstitusi (hukum dasar) dalam arti luas
meliputi hukum dasar teretulis dan tidak tertulis.
2. Konstitusi (hukum dasar) dalam arti
sempit adalah hukum dasar tertulis yaitu undang-undang dasar. Dalam pengertian
ini undang-undang dasar merupakan konstitusi atau hukum dasar yang tertulis.
(Winarno, 2008)
B.
Hakikat dan Fungsi Konstitusi
Pada hakikatnya sebuah konstitusi
harus memuat secara ketat materi-materi yang secara substansial harus ada pada
sebuah konstitusi. Menurut Miriam Budiharjo, setiap undang-undang dasar memuat
ketentuan-ketentuan mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. Organisasi Negara, misalnya pembagian
kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, pembagian
kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah Negara bagian, prosedur
menyelesaikan masalah pelanggaran yurisdiksi oleh salah satu badan pemerintah
dan sebagainya.
2. Hak-hak asasi manusia.
3. Prosedur mengubah Undang-Undang Dasar.
4. Ada kalanya memuat larangan untuk
mengubah sifat tertentu dari Undang-Undang Dasar.
(Nuruddin Hady, 2010)
Konstitusi menempati kedudukan yang
sangat penting dalam kehidupan ketatanegaraan suatu Negara karena konstitusi
menjadi barometer kehidupan bernegara dan berbangsa yang sarat dengan bukti
sejarah perjuangan para pendahulu. Meskipun konstitusi yang ada di dunia ini
berbeda-beda baik dalam hal tujuan, bentuk dan isinya, tetapi umumnya mereka
mempunyai kedudukan formal yang sama, yaitu sebagai :
· Konstitusi sebagai Hukum Dasar, karena
ia berisi aturan dan ketentuan tentang hal-hal yang mendasar dalam kehidupan
suatu negara.
· Konstitusi sebagai Hukum Tertinggi, artinya
bahwa aturan-aturan yang terdapat dalam konstitusi, secara hierarki mempunyai
kedudukan lebih tinggi terhadap aturan-aturan lainnya, sehingga aturan-aturan
yang lain harus sesuai dengan undang-undang dasar.
Menurut Jimly Asshiddiqie dalam
Winarno, 2008 konstitusi memiliki beberapa fungsi sebagai berikut :
1) Fungsi penentu atau pembatas kekuasaan
Negara.
2) Fungsi pengatur hubungan kekuasaan
antarorgan Negara.
3) Fungsi pengatur hubungan kekuasaan
antara organ dengan warga Negara.
4) Fungsi pemberi atau sumber legitimasi
terhadap kekuasaan negara ataupun kegiatan penyelenggaraan kekuasaan negara.
5) Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan
dari sumber kekuasaan yang asli (dalam demokrasi adalah rakyat) kepada organ
Negara.
6) Fungsi simbolik yaitu sebagai sarana
pemersatu (symbol of unity), sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan
(identity of nation) serta sebagai center of ceremony.
7) Fungsi sebagai sarana pengendalian
masyarakat (social control), baik dalam arti sempit yaitu bidang politik dan
dalam arti luas mencakup bidang social ekonomi.
8) Fungsi sebagai sarana perekayasaan dan
pembaruan masyarakat.
(Winarno, 2008)
C.
Sejarah Lahirnya UUD 1945 Sebagai Konstitusi Negara
Indonesia
Undang-Undang Dasar memegang peranan yang penting bagi
kehidupan suatu negara, terbukti dari kenyataan sejarah NKRI sendiri, ketika
Pemerintah Militer Jepang berjanji akan memberikan kemerdekaan kepada Rakyat
Indonesia melalui Perdana Menteri Koiso yang diucapkan pada tanggal 7 September
1944, maka dibentuklah badan yang bernama Dokuritsu Zyunbi Choosakai (Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI) pada tanggal 29
Arpil 1945 yang diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat dan Ketua Muda R.P.
Soeroso, yang tugasnya menyusun Dasar Indonesia Merdeka (Undang-Undang Dasar).
Para anggota BPUPKI yang dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 bersidang dalam
dua tahap: pertama, dari tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945 untuk
menetapkan dasar negara dan berhasil merumuskan Pancasila yang didasarkan pada pidato
anggota Soekarno pada 1 Juni 1945, kedua, dari tanggal 10 - 17
Juli 1945 yang berhasil membuat Undang-Undang Dasar. Pada akhir sidang
pertama, ketua sidang membentuk sebuah panitia yang terdiri dari 8 orang dan
diketuai oleh Ir. Soekarno, yang disebut Panitia Delapan. Pada tanggal 22 Juni
1945 diadakan pertemuan antara gabungan paham kebangsaan dan golongan agama
yang mempersoalkan hubungan antara agama dengan negara. Dalam rapat tersebut
dibentuk Panitia Sembilan, terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr.
A. Subardjo, Mr. A. A. Maramis, Ir. Soekarno, KH. Abdul Kahar Moezakir, Wachid
Hasyim, Abikusno Tjokrosujoso, H. Agus Salim, dan Mr. Muh. Yamin. Panitia
Sembilan berhasil membuat rancangan Preambule Hukum Dasar, yang oleh Mr. Muh.
Yamin disebut dengan istilah Piagam Jakarta (Jakarta Charter).
Pada tanggal 14 Juli 1945 pada sidang kedua BPUPKI,
setelah melalui perdebatan dan perubahan, teks Pernyataan Indonesia Merdeka dan
teks Pembukaan UUD 1945 diterima oleh sidang. Teks Pernyataan Indonesia Merdeka
dan teks Pembukaan UUD 1945 adalah hasil kerja Panitia Perancang UUD yang
diketuai oleh Prof. Soepomo. Setelah selesai melaksanakan tugasnya, BPUPKI
melaporkan hasilnya kepada Pemerintah Militer Jepang disertai usulan
dibentuknya suatu badan baru yakni Dokutsu Zyunbi Linkai (Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia/PPKI), yang bertugas mengatur pemindahan
kekuasaan (transfer of authority) dari Pemerintah Jepang kepada
Pemerintah Indonesia. Atas usulan tersebut maka dibentuklah PPKI dengan
jumlah anggota 21 orang yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan Wakil Ketuanya Drs.
Moh. Hatta. Anggota PPKI kemudian ditambah 6 orang. tetapi lebih kecil daripada
jumlah anggota BPUPKI, yaitu 69 orang. Menurut rencana, Jepang akan memberikan
kemerdekaan kepada Rakyat Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945. Namun
terdapat rakhmat Allah yang tersembunyi (blessing in disguise) karena,
sepuluh hari sebelum tibanya Hari-H tersebut, Jepang menyatakan kapitulasi kepada
Sekutu tanpa syarat undconditional surrender).
Dalam tiga hari yang menentukan, yaitu pada tanggal
14, 15, dan 16 Agustus 1945 menjelang Hari Proklamasi, timbul konflik antara
Soekarno-Hatta dengan kelompok pemuda dalam masalah pengambilan keputusan,
yaitu mengenai cara bagaimana dan kapan kemerdekaan itu akan diumumkan. Soekarno-Hatta masih ingin berembuk dulu dengan Pemerintah Jepang sedangkan
kelompok pemuda ingin mandiri dan lepas sama sekali dari campur tangan
Pemerintah Jepang.
Pada hari Kamis pagi, tanggal 16
Agustus 1945, Soekarno-Hatta dibawa (diculik) oleh para pemuda ke
Rengasdengklok, namun pada malam harinya dibawa kembali ke Jakarta lalu
mengadakan rapat di rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta.
Pada malam itulah dicapai kata sepakat bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan
diumumkan di Jalan Pegangsaan Timur 56, yaitu rumah kediaman Bung Karno, pada
hari Jum’at 17 Agustus 1945 (9 Ramadhan 1364), pukul 10.00 WIB.
Pada tanggal 17 Agustus 1945
petang hari datanglah utusan dari Indonesia bagian Timur yang menghadap Drs.
Moh. Hatta dan menyatakan bahwa rakyat di daerah itu sangat berkeberatan pada
bagian kalimat dalam rancangan Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: “Ke-Tuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Dalam
menghadapi masalah tersebut dengan disertai semangat persatuan, keesokan
harinya menjelang sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dapat diselesaikan oleh
Drs. Moh. Hatta bersama 4 anggota PPKI, yaitu K.H. Wachid Hasyim, Ki Bagus
Hadikusumo, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Teuku M. Hasan. Dengan demikian tujuh
kata dalam pembukaan UUD 1945 tersebut dihilangkan. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan bahwa badan yang merancang UUD 1945
termasuk di dalamnya rancangan dasar negara Pancasila adalah BPUPKI yang dibentuk
pada tanggal 29 April 1945. Setelah selesai melaksanakan tugasnya yaitu
merancang UUD 1945 berikut rancangan dasar negara, dan rancangan pernyataan
Indonesia merdeka, maka dibentuklah PPKI pada tanggal 7 Agustus 1945. Jadi
konstitusi Negara Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang untuk pertama
kali disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal
18 Agustus 1945.
D.
Dinamika Pelaksanaan UUD 1945 Sebagai Konstitusi
Negara Indonesia
Dalam sejarahnya, sejak proklamasi 17 Agustus 1945
hingga sekarang di Indonesia telah berlaku tiga macam undang-undang dasar dalam
empat periode, yaitu :
a.
Periode 18
Agustus 1945 – 27 Desember 1949 berlaku UUD 1945. UUD 1945 terdiri dari bagian
pembukaan, batang tubuh (16 bab), 37 pasal, 4 pasal Aturan Peralihan, 2 ayat
Aturan Tambahan dan bagian penjelasan.
b.
Periode 27
Desember 1949 - 17 Agustus 1950 berlaku UUD RIS. UUD RIS terdiri atas 6 bab,
197 pasal dan beberapa bagian.
c.
Periode 17
Agustus 1950 – 5 Juli 1959 berlaku UUDS 1950 yang terdiri atas 6 bab, 146 pasal
dan beberapa bagian.
d.
Periode 5
Juli 1959 – sekarang kembali berlaku UUD 1945.
Khusus untuk periode keempat berlaku
UUD 1945 dengan pembagian berikut :
·
UUD 1945
yang belum diamandemen
·
UUD 1945
yang sudah diamandemen (tahun 1999, tahun 2000, tahun 2001, dan tahun 2002).
(Winarno,2008)
a) UUD 1945 Berlaku 18 Agustus 1945 Sampai 27 Desember
1949
Dalam kurun waktu di
atas pelaksanaan UUD tidak dapat di laksanakan dengan baik, karena bangsa
indonesia sedang dalam masa pancaroba, artinya dalam masa upaya membela dan
mempertahankan kemerdekaan yang baru diproklamasikan. Sedangkan pihak kolonial
masih ingin memjajah kembali negara indonesia.
Undang-undang
dasar yang berlaku dari tanggal 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949 memuat
ketentuan undang-undang dasar sistem pemerintahan Indonesia bersifat
presidensiil. Artinya, para menteri tidak bertanggungjawab kepada badan
legislatif, tetapi hanya bertindak sebagai pembantu presiden. Lebih lanjut,
mulai November 1945, berdasarkan maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16
Oktober 1945, pengumuman Bdan Pekerja 11 November 1945, dan maklumat Pemerintah
tanggal 14 November 1945, tanggung jawab politik terletak di tangan para
menteri. Keadaan ini merupakan awal dari suatu sistem pemerintahan parlementer
yang praktis dipertahankan sampai tahun 1959, melaui dekrit Presiden. Jadi,
mulai 14 November 1945 sampai 27 Desesmber 1949 sistem pemerintahan yang
diselenggarakan berlainan dengan sistem pemerintahan sebagaimana diatur dalam
naskah Undang-Undang Dasar 1945 (Miriam Budihardjo, 2007 dalam Sunarso dkk,
2008).
b) Konsitusi RIS Berlaku 27 Desember 1949 Sampai 17
Agustus 1950
Kemudian
undang-undang dasar yang berlaku dari tanggal 27 Desember 1945- 17 Agustus 1950
adalah konstitusi RIS. Dengan berdirinya negara Republik Indonesia Serikat
(RIS), negara Republik Indonesia (RI) secara hukum masih tetap ada hanya saja
berubah status menjadi salah satu negara bagian dari negara RIS. Undang-Undang
Dasar 1945 yang semula berlaku untuk wilayah seluruh Indonesia, mulai tanggal
27 Desember 1949 hanya berlaku dalam wilayah Negara Bagian Republik Indonesia
saja.
Negara
RIS dengan konstitusi RIS-nya sangat pendek karena memang tidak sesuai dengan
jiwa proklamasi kemerdekaan yang menghendaki negara kesatuan, sehingga beberapa
negara bagian mulai meleburkan diri lagi dengan Republik Indonesia.
Konstitusi RIS ini tidak dapat berlangsung dalam
waktu yang cukup lama, melainkan hanya lebih kurang 8 bulan (27desember 1949
sampai 17 agustus 1950). Hal ini terjadi karena adanya tuntutan masyarakat dari
berbagai daerah untuk kembali ke bentuk negara kesatuan dan meninggalkan bentuk
negara RIS. Kenyataan ini membuat negara RIS bubar dan kembali bergabung
kebentuk negara kesatuan yang beribukota
di yogyakarta. Pada tahun 1950, negara ris yang belum bergabung dalam NKRI
adalah negara bagian indonesia timur dan negara bagian sumatra timur, namun
dalam waktu yang tidak lama dicapai kesepakatan antara NKRI dengan kedua negara
bagian tersebut. Dengan kesepakatan itu, maka pada tanggal 17 agustus 1950
negara RIS resmi kembali bergabung dengan NKRI.
c) UUDS 1950 Berlaku 17 Agustus 1950 Sampai 5 Juli 1959
Undang-undang
dasar sementara 1950 ini merupakan UUD yang ketiga bagi indonesia. Menurut UUDS ini sistem pemerintahan, yang
dianut adalah sistem pemerintahan parlementer dan bukan sistem pemerintahan
presidensial lagi seperti dalam UUD 45. Menurut sistem pemerintahan parlementer
yang tertuang dalam UUDS ini, presiden dan wakil presiden adalah kepala
pemerintahan dan tidak dapat di ganggu gugat karena yang bertanggung jawab
adalah para menteri kepada parlemen (DPR). UUDS ini berpijak pada pemikiran
liberal yang mengutamakan UUD individu, sedangkan UUD 1945 berpijak pada
landasan demokrasi pancasila yang berisikan sila keempat.
Dalam
pelaksanaannya sistem parlemanter yang di ambil oleh UUDS ini menyebabkan tidak
tercapainya stabilitas politik dan pemerintahan, karena sering bergantinya
kabinet yang berdasarkan kepada dukungan suara di parlemen. Selama tahun 1950
sampai 1959 terjadi pergantian kabinet sebanyak 7 kali, sehingga implikasinya
banyak program kabinet yang tidak berjalan dan tidak berkesinambungan.
Disamping itu sidang dewan konstituante merupakan hasil pemilu demokratis pada
bulan september dan desember tahun 1955, mendapat tugas untuk menyusun
rancangan UUD baru sebagai pengganti UUD 1945 sebagai wujud akomodasi dari
aspirasi masyarakat yang menginginkan adanya perubahan dari UUDS ke UUD baru
yang mengalami kemacetan (stagnan) selama 2 tahun. Mengingat dampak dari stagnannya
pembahasan RUUD tersebut, dalam waktu yang relatif lama menimbulkan kekawatiran
bahwa dewan konstituante akan gagal menyelesaikannya. Kondisi politik yang
demikian membuat pemerintah (presiden soekarno) mengeluarkan dekrit presiden 5
juli 1959 yang isinya kita kembali ke UUD 1945.
d) UUD 1945 Berlaku 5 Juli 1959 Sampai 1966
Negara
kesatuan yang merupakan perubahan ketatanegaraan dari negara serikat itu
menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang di dalam pembukaannya
memuat dasar negara Pancasila, tetapi pelaksanaan sistem pemerintahannya
menggunakan sistem kabinet parlementer. Dengan demikian, sistem kabinet
parlementer itu tidak cocok dengan jiwa Pancasila (Sunarso, 2008). Dalam
sejarahnya lembaga konstituante yang diberi tugas menyusun Undang-Undang Dasar
baru pengganti UUDS 1950 tidak berhasil menyelesaikan tugasnya. Situasi ini
kemudian memicu Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang isinya :
1)
Menetapkan
pembubaran Konstituante.
2)
Menetapkan
berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUD 1950.
3)
Pembentukan
MPRS dan DPAS.
Dengan ditetapkannya Dekrit Presiden
tersebut, maka sejak saat itu UUDS 1950 dinyatakan tidak berlaku lagi. Kemudian
UUD 1945 berlaku kembali sampai sekarang.
Pada kurun waktu
1959-1966 ini biasa dikenal dengan istilah Orde Lama (ORLA) yang dipimpin oleh
Presiden Soekarno. Pelaksanaan UUD 1945 pada kurun waktu kepemimpinan presiden
soekarno adalah beberapa hal yang perlu dicatat mengenai peyimpangan konstitusi
UUD 1945 yaitu:
1)
Presiden merangkap kepala negara dan kepala
pemerintahan(penguasa eksekutif dan legislatif).
2)
Mengeluarkan UU dalam bentuk penetapan presiden
tanpa persetujuan DPR.
3)
MPRS mengangkat presiden seumur hidup.
4)
Hak budget DPR tidak berjalan, karena setelah tahun
1960 pemerintah tidak mengajukan RUU APBN untuk mendapat persetujuan DPR.
5)
Pimpinan lembaga lembaga tinggi dan tertinggi negara
diangkat menjadi menteri-menteri negara dan presiden menjadi ketua DPA.
e)
UUD 1945 Pada Tahun 1966-1999
Pelaksanaan UUD 1945 pada masa ini memiliki nilai
penting bagi kelangsungan kehidupan bangsa dan negara indonesia pasca
pemerintahan presiden soekarno. Pemerintahan yang kita kenal dengan sebutan
pemerintahan Orde Lama, yaitu pemerintahan yang menjalankan tatanan kehiduppan
berbangsa dan bernegara dengan tatanan yang belum sesuai dengan pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kenyataan ini secara bertahap dilakukan
perbaikan dan koreksi dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara
oleh pemerintahan presiden soeharto. Pemerintahan ini dikenal dengan sebutan
pemerintahan orde baru, yaitu pemerintahan yang menjalankan tatanan kehidupan
berbangsa dan bernegara menurut pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen.
Pelaksanaan UUD 1945 pada masa ini atau yang dikenal
dengan istilah Orde Baru pada kepemimpinan presiden Soeharto dapat dicatat
mengenai pelaksanaan konstitusi yaitu:
a.
Membentuk lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD
1945 yang ditetapkan dalam undang undang.
b.
Menyelenggarakan mekanisme kepemimpinan nasional
lima tahunan yaitu melaksanakan pemilu DPR, pemilihan presiden dan wakil
presiden, mengangkat kabinet, laporan pertanggung jawaban dalam sidang umum MPR
dan seterusnya.
c.
Menggunakan sistem pemerintahan presidensial
sebagaimana diatur dalam konstitusi UUD 1945.
f) UUD 1945 Amandemen
1999, Berlaku Pada Tahun 1999 Sampai Sekarang
Dalam penerapan
konstitusi UUD1945 amandemen, sistem pemerintahan negara mengalami perbuahan
sangat signifikan dengan penerapan sistem pemerintahan pada konstitusi UUD 1945
praamandemen.
Pada masa Reformasi ini, UUD 1945
mengalami proses amandemen sesudah berakhirnya masa pemerintahan Presiden
Soeharto.Dalam penerapan
konstitusi UUD1945 amandemen, sistem pemerintahan negara mengalami perbuahan
sangat signifikan dengan penerapan sistem pemerintahan pada konstitusi UUD 1945
praamandemen.
E.
Amandemen UUD 1945 (1999-2002)
Amandemen (bahasa Inggris : amandemen) artinya perubahan.
Mengamandemen artinya mengubah atau mengadakan perubahan yang mana menjadi hak
parlemen untuk mengubah atau mengusulkan perubahan rancangan UUD. Menurut
(Taufiqurohman Syahuri, 2004 dalam Winarno, 2007) istilah perubahan konstitusi
itu sendiri mencakup dua pengertian, yaitu amandemen konstitusi (constitutional amendment) dan pembaruan
konstitusi (constitutional reform).
Dalam hal amandemen konstitusi,
perubahan yang dilakukan merupakan addendum
atau sisipan dari konstitusi yang asli. Antara bagian perubahan dengan
konstitusi aslinya masih terkait. Nilai-nilai lama dalam konstitusi asli masih
tetap ada. Sistem perubahan ini dianut oleh Amerika Serikat.
Dalam hal pembaruan konstitusi,
perubahan yang dilakukan adalah “baru” secara keseluruhan. Jadi, yang berlaku
adalah konstitusi lama atau asli. Sistem ini dianut oleh negara seperti
Belanda, Jerman, dan Perancis.
Kaitannya dengan masalah mengapa
perlunya dilakukan amandemen UUD 1945 adalah karena kehidupan manusia yang
senantiasa berubah, baik perubahan internal masyarakat, seperti pemikiran,
kebutuhan hidup, kemampuan diri maupun kehidupan eksternal masyarakat, seperti
lingkungan hidup yang berubah dan hubungan dengan msyarakat lain. Oleh karena
itu, konstitusi sebagai landasan kehidupan bernegara harus senantiasa
menyesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan yang terjadi di masyarakat.
Kekuasaan Soeharto dianggap telah
membelenggu aspirasi rakyat dan mengecilkan peran lembaga-lembaga politik.
Partai politik tidak berperan, DPR lemah dihadapan eksekutif, sehingga
distribusi kekuasaan menjadi tidak seimbang antara eksekutif, legislatif, dan
yudikatif. Kekuasaan Presiden sangat besar dan perlindungan HAM sangatlah minim
serta mekanisme checks and balances tidak
memadai. Oleh karena itu, tekanan untuk mengamandemen UUD 1945 pun semakin
kuat. Walaupun terjadi pro dan kontra, namun amandemen UUD 1945 tetap
dilakukan, tetapi dengan kesepakatan bahwa bagian pembukaan UUD 1945 tidak
boleh diubah, tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
sistem pemerintahan presidensial, penjelasan UUD1945 ditiadakan dan hal-hal
normative dalam bagian penjelasan diangkat ke dalam pasal-pasal. Perubahan
dilakukan dengan cara ‘adendum’ yaitu setiap pasal baru hasil amandemen akan
selalu disertai dengan pasal aslinya. Tujuannya agar konteks historis dapat
dilestarikan sehingga masih tetap dapat terus dipelajari oleh generasi
mendatang (Nuruddin Hady, 2010).
Perubahan atau amandemen UUD 1945
dilakukan pertama kali oleh MPR pada sidang Umum MPR tahun 1999 dan mulai
berlaku sejak tanggal 19 Oktober 1999. Amandemen atas UUD 1945 dilakukan
sebanyak 4 kali (1999-2000) :
1. Amandemen pertama terjadi pada sidang
Umum MPR tahun 1999 dan disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999. Pasal yang
berubah sebnayak 9 pasal, antara lain pasal 5 ayat (1), pasal 7, pasal 9, pasal
13 ayat (2), pasal 14, pasal 15, pasal 17 ayat (2) dan (3), pasal 20, dan pasal
21.
2. Amandemen kedua terjadi pada sidang
tahunan MPR dan disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000. Pada amandemen kedua
ini, MPR RI mengubah dan atau menambahkan pasal 18, pasal 18 A, pasal 18 B,
pasal 19, pasal 20 ayat (5), pasal 20A, pasal 22 A, pasal 22 B, Bab IX A, pasal
25 E, Bab X, pasal 26 ayat (2) dan ayat (3), pasal 27 ayat (3), Bab XA, pasal
28 A, pasal 28 B, pasal 28 C, pasal 28 D, pasal 28 E, pasal 28 F, pasal 28 G,
pasal 28 H, pasal 28 I, pasl 28 J, Bab XII, pasal 30, Bab XV, pasal 36 A, pasal
36 B, dan pasal 36 C. Jadi, yang diamandemen sebanyak 25 pasal.
3. Amandemen ketiga terjadi pada sidang
tahunan MPR dan disahkan pada tanggal 10 November 2001. Pada perubahan ketiga
yang diamandemen sebanyak 23 pasal, yaitu pasal 1 ayat (2) dan (3), pasal 3
ayat (1), (3), dan (4), pasal 6 ayat (1) dan (2), pasal 6A ayat (1, (2), (3),
dan (5), pasal 7A, pasal 7B, ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), pasal 7C,
pasal 8 ayat (1), dan (2), pasal 11 ayat (2) dan (3), pasal 17 ayat (4), Bab
VIIA, pasal 22C ayat (1), (2), (3), dan (4), pasal 22D ayat (1), (2), (3), dan
(4), Bab VIIB, pasal 22E ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6), pasal 23 ayat
(1), (2), dan (3), pasal 23A, pasal 23G, ayat (1), (2), (3), (4), dan (5),
pasal 24B ayat (1), (2), (3), dan (4), pasal 24C ayat (1), (2), (3), (4), (5),
dan (6).
4. Amandemen keempat terjadi pada sidang
tahunan MPR dan disahkan pada tanggal 10 agustus 2002. Pada perubahan keempat
ini ysng diamandemen sebanyak 13 pasal, serta 3 pasal aturan peralihan, dan 2
pasal aturan tambahan yang meliputi pasal 2 ayat (1), pasal 6A ayat (4), pasal
8 ayat (3), pasal 11 ayat (1), pasal 16, passal 23B, pasl 23D, pasl 24 ayat
(3), Bab XIII, pasal 31 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5), pasal 32 ayat (1),
dan (2), Bab XIV, pasal 33 ayat (4) dan (5), pasal 34 ayat (1), (2), (3), dan
(4), pasal 37 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5), Aturan peralihan pasal I, II,
dan III, Aturan tambahan pasal I dan I.
Keseluruhan amandemen UUD 1945 itu
pada dasarnya meliputi ketentuan mengenai (a) hak-hak asasi manusia, hak dan
kewajiban warga negara, serta mekanisme hubungannnya dengan negara dan prosedur
untuk mempertahankannya apabila hak-hak itu dilanggar, (b) prinsip-prinsip
dasar tentang demokrasi dan rule of law serta mekanisme perwujudannya dan
pelaksanaannya, seperti melalui pemilihan umum, dan lain-lain, serta (c) format
kelembagaan negara dan mekanisme hubungan antar organ negara serta sistem
pertanggungjawaban para pejabatnya. Dengan kata lain, menurut (Jimly Assidiqie,
2007 dalam Sunarso dkk, 2008), apa yang diatur dalam amandemen pertama sampai
dengan amandemen keempat UUD 1945 mencakup semua hal yang menjadi pokok materi
semua UU dasar negara modern di dunia.
Tentu tidak dapat dipungkiri bahwa
perubahan UUD 1945 ini membawa kemajuan. Hal ini tampak jelas bahwa kehidupan
demokrasi tumbuh semakin baik. UUD 1945 hasil amandemen sudah memeunculkan
ketentuan tentang cheks and balances
secara lebih proporsional di dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Sebelum UUD
1945 diamandemen, banyak produk peraturan perundang-undangan yang bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, seperti banyaknya UU
yang bertentangan dengan UUD 1945, tetapi tidak ada lembaga pengujian yang
dapat dioperasionalkan. Sekarang dapat kita lihat kemajuan yang terjadi dengan
hadirnya MK yang berperan dalam pengujian UU, sebagai implementasi checks and balances yang bagus bagi
sistem ketatanegaraan. Sekarang legislatif tidak bisa lagi membuat UU dengan
sembarangan atau melalui transaksi politik tertentu, sebab produk legislasi
sekarang sudah dapat diawasi dan diimbangi oleh lembaga yudisial, yaitu MK
(Moh. Mahfud MD, 2010).
Dengan amandemen UUD 1945, lembaga
MPR mengalami transformasi kedudukan dari lembaga tertinggi negara menjadi
lembaga tinggi negara. Kekuasaan MPR pun menjadi berkurang. MPR tidak lagi
berwenang untuk memilih pasangan Presiden dan wakil presiden, tetapi rakyatlah
yang sekarang berdaulat untuk memilih pasangan Presiden dan Wakil Presiden.
Dengan kata lain, kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat. Yang sebelum
diamandemen kekuasaan tertinggi berada di tangan MPR. Pembagian kekuasaan juga
diatur dengan jelas antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kekuasaan
eksekutif didelegasikan kepada presiden, kekuasaan legislatif didelegasikan
kepada presiden, DPR, dan DPD, dan kekeuasaan yudikatif didelegasikan kepada
Mahkamah Agung. Sedangkan fungsi pengawasan atau kekuasaan inspektif,
didelegasikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan DPR. Setelah diamandemen, tidak ada kekuasaan
konsultatif, yang sebelum diamandemen didelegasikan kepada Dewan Pertimbangan
Agung. Dalam kekuasaan kehakiman ada 2 lembaga baru setelah diamandemen, yaitu
KY dan MK.
Inti
penerapan sistem pemerintahan pascaamandemen konstitusi uud 1945 antara lain:
a. Perubahan
ideologi politikdari sosialis demokrat (ORBA) menjadi liberal yang berintikan
demokrasi dan kebebasan individu serta pasar bebas.
b. Penyelenggaraan
otonomi daerah kepada pemda tingkat I dan II(kabupaten/kota).
c. Pelaksanaan
pemilu langsung presiden dan wakil presiden.
d. Pelaksanaan
kebebasan pers yang bertanggung jawab.
e. Perubahan UU
politik yang berintikan pemilu langsung dan sistem multipartai.
f. Pelaksanaan
amandemen konstitusi (UUD 1945) yang berintikan
perubahan struktur ketatanegaraan Indonesia yang ditandai dengan
ditetapkannya konstitusi (UUD 1945) sebagai lembaga tertinggi negara.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :
1. Konstitusi adalah sistem ketatanegaraan yang berupa
peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan bersama untuk mengatur
pemerintahan suatu negara.
2. Hakikat
dan fungsi konstitusi adalah adannya pembatasan kekuasaan pemerintah sehingga
penyelenggaraan kekuasaan tidak sewenang-wenang. Dengan demikian, hak-hak warga
negara diharapkan terlindungi.
3. UUD
1945 disahkan oleh PPKI sebagai konstitusi negara Indonesia pada tanggal 18
Agustus 1945.
4. Dalam
pelaksanaannya, UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia telah mengalami
perubahan menjadi konstitusi RIS ( 27 Desember 1945- 17 Agustus 1950), kemudian
berubah menjadi UUDS 1950 ( 17 Agustus 1950- 5 Juli 1959), hingga akhirnya menjadi
UUD 1945 lagi tetapi dengan amandemen pada tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002.
5. Amandemen
terhadap UUD 1945 dilakukan karena adanya tuntutan perubahan UUD 1945 yang kuat
dari masyarakat. Masyarakat merasa bahwa muatan UUD 1945 waktu itu banyak yang tidak
sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
Hady, Nuruddin. 2010. Teori Konstitusi dan Negara Demokrasi.
Malang : Setara Press.
Mahfud MD, Moh. 2010. Perdebatan Hukum Tata Negara. Jakarta :
Rajawali Pers.
Srijanti dkk. 2008. Etika Berwarga Negara. Jakarta : Salemba
Empat.
Sunarso
dkk. 2008. Pendidikan
Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta
: UNY Press.
Winarno.
2008. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan.
Jakarta : Bumi Aksara.
terima kasih atas infonya. :)
BalasHapusmmorpg oyunlar
BalasHapusinstagram takipçi satın al
Tiktok Jeton Hilesi
Tiktok jeton hilesi
SAC EKİMİ ANTALYA
ınstagram takipci satin al
İNSTAGRAM TAKİPÇİ SATIN AL
Mt2 pvp serverler
instagram takipçi satın al
Smm Panel
BalasHapusSmm Panel
İs ilanlari
instagram takipçi satın al
https://www.hirdavatciburada.com
beyazesyateknikservisi.com.tr
servis
tiktok jeton hilesi