Sabtu, 15 Juni 2013

Makalah Konstitusi Negara



KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah “Konstitusi Negara” sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Banyak sekali hambatan dalam penyusunan makalah ini baik itu masalah waktu, sarana, dan lain-lain. Oleh sebab itu, selesainya makalah ini bukan semata-mata karena kemampuan kami saja, banyak pihak yang mendukung dan membantu kami. Dalam kesempatan ini kami selaku penyusun makalah mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.
Kami berharap makalah ini nantinya dapat berguna bagi para pembaca. Apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat lebih baik lagi.

Yogyakarta, 01 Maret 2013


Tim Penyusun.







DAFTAR ISI

Halaman Sampul i
Kata Pengantar ii
Daftar isi iii
Bab I   Pendahuluan  
Latar Belakang Masalah 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan 3
Bab II  Pembahasan   
Pengertian dan Konsep Dasar Konstitusi 4
Hakikat dan Fungsi Konstitusi 6
Sejarah Lahirnya UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara Indonesia 7
Dinamika Pelaksanaan UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara Indonesia 9
Amandemen UUD 1945 (1999-2002) 14
Bab III Penutup
Kesimpulan 18
Daftar Pustaka 19
Lampiran 20

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Konstitusi merupakan hukum dasar suatu negara. Setiap negara pasti memiliki konstitusi. Karena tanpa adanya konstitusi negara tidak mungkin terbentuk. Sebagai hukum dasar negara, kostitusi berisi aturan dan ketentuan tentang hal-hal yang mendasar dalam kehidupan suatu negara. Jadi segala praktik-praktik dalam penyelenggaraan negara harus didasarkan pada konstitusi dan tidak boleh bertentangan dengan konstitusi tersebut.
Seperti halnya praktik penyelenggaraan bernegara di Indonesiapun juga didasarkan pada konstitusi. Hal ini dapat dicermati dalam kalimat pembukaan UUD 1945 alenia ke-4 yang berbunyi : “...Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, menceerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial , maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.” Dari pernyataan ini jelas bahwa Indonesia memiliki undang-undang dasar sebagai konstitusi yang menjadi hukum dasar tertulis.
Pada umumnya, konstitusi memang sering disamakan dengan undang-undang dasar sebagai hukum dasar tertulis. Tetapi, kostitusi memiliki penegertian yang lebih luas lagi. Konstitusi tidak hanya meliputi peraturan yang tertulis saja yaitu undang-undang dasar, tetapi peraturan yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara atau yang disebut dengan konvensi.
Seperti kita ketahui bahwa kehadiran konstitusi atau undang-undang dasar merupakan syarat mutlak bagi sebuah negara. Tidak ada satu negarapun di dunia ini yang tidak mempunyai konstitusi atau undang-undang dasar. Dalam sejarahnya, di Indonesia telah berlaku 3 macam undang-undang dasar dalam empat periode yaitu UUD 1945 (1945-1949), UUD RIS (1949-1950), UUDS (1950-1959), dan kembali lagi ke UUD 1945 (1959- sekarang). Sebagai hukum dasar negara Indonesia, UUD 1945 tentu memiliki kedudukan, peran dan fungsi yang sangat urgen. Jika dilihat dari sejarahnya, UUD 1945 merupakan hasil perjuangan politik bangsa Indonesia waktu itu dan sekaligus merupakan pandangan tokoh-tokoh bangsa (founding fathers) yang hendak diwujudkan baik untuk masa sekarang, maupun untuk masa yang akan datang. Sehingga, UUD 1945 harus dijadikan sebagai landasan dalam pelaksanaan Pemerintah Republik Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, UUD 1945 mengalami dinamika yang mengikuti perubahan sistem politik negara Indonesia. UUD 1945 mengalami empat kali proses amandemen yang dilakukan oleh MPR, yaitu tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Perubahan tersebut meliputi hampir keseluruhan materi muatan UUD 1945, kecuali pembukaan dan prinsip-prinsip bernegara yang telah disepakati untuk tidak diubah. Proses amandemen ini dianggap perlu, mengingat adanya perubahan kehidupan manusia, baik secara internal maupun secara eksternal. Sehingga, konstitusi sebagai landasan kehidupan bernegara harus senantiasa menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Jangan sampai konstitusi ketinggalan zaman dan tidak mampu lagi berfungsi sebagai dasar negara. Oleh karena itu, dengan adanya amandemen ini diharapkan dapat membawa kemajuan dalam kehidupan ketatanegaraan di Indonesia.
B.     Rumusan masalah
                        Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut :
1.      Apa pengertian dan konsep dasar konstitusi?
2.      Apa hakikat dan fungsi konstitusi?
3.      Bagaimana sejarah lahirnya UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia?
4.      Bagaimana dinamika pelaksanaan UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia?
5.      Mengapa dilakukan amandemen terhadap UUD 1945?

C.    Tujuan
                        Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1.    Untuk mengetahui dan memahami pegertian dan konsep dasar dari konstitusi.
2.    Untuk mengetahui dan memahami hakikat dan fungsi konstitusi.
3.    Untuk mengetahui sejarah lahirnya UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia.
4.    Untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia.
5.    Untuk memahami penyebab dilakukannya amandemen UUD 1945 serta mengetahui hasil amandemen.



















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian dan Konsep Dasar Konstitusi
Istilah konstitusi berasal dari bahasa Perancis (constituer) yang berarti membentuk. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksud adalah pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan aturan suatu negara (Srijanti dkk, 2008). Konstitusi bisa dipersamakan dengan hukum dasar atau undang-undang dasar. Undang-undang dasar ialah hukum dasar yang tertulis.Dalam bahasa belanda istilah konstitusi di kenal dengan istilah “Ground wet “ yang di terjemahkan sebagai undang-undang dasar. Dalam bahasa indonesia, wet di terjemahkan sebagai undang undang, dan Ground yang berarti tanah. Di negara-negara yang menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa nasional, di gunakan istilah Constitution  yang diartikan kedalam bahasa indonesia menjadi konstitusi. Pengertian konstitusi dalam praktik mempunyai pengertian lebih luas dari undang-undang dasar.
Dalam ilmu politik, Constitution merupakan suatu yang lebih luas, yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana sesuatu pemerintahan diselenggarakan dalam masyarakat. Di jerman istilah konstitusi juga dikenal dengan istilah grundgesetz, yang juga berarti undang-undang dasar. Grund diartikan sebagai dasar dan gesetz diartikan undang-undang.  Sedangkan kata konstitusi dalam kamus besar bahasa indonesia diartikan sebagai segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan dan juga diartikan sebagai undang-undang dasar suatu negara.
Istilah konstitusi menurut Chairul Anwar adalah fundamental laws tentang pemerintahan suatu negara dan nilai-nilai fundamentalnya. Sedangkan menurut sri soemantri, konstitusi berarti suatu naskah yang membuat suatu bangunan negara dan sendi-sendi sistem pemerintahan negara. Dari kedua pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa konstitusi memuat aturan aturan pokok ( fundamental ) mengenai sendi-sendi yang diperlukan untuk berdirinya suatu negara. E.C.S. Wade mengatakan bahwa yang di maksud konstitusi adalah “ a document having a special legal sansctity which set out the framework  and  the principle function the organ of government of a state and declares the principles governing the operation of those organs” yang di artikan sebagai naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok cara kerja badan tersebut. Apabila negara di pandang sebagai kekuasaan atau organisasi kekuasaan, maka undang-undang dasar dapat di pandang sebagai lembaga atau kumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi antara beberapa lembaga kenegaraan, misalnya antara badan legislative, eksekutif, dan yudikatif. Undang-undang dasar menetapkan cara-cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan ini bekerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lain, merekam hubungan hubungan kekuasaan dalam suatu negara.
Dalam bahasa latin, kata konstitusi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu Cume dan statuere. Cume adalah  sebuah preposisi yang berarti “ bersama-sama dengan…,” sedangkan statuere mempunyai arti berdiri.  Dari dasar itulah kata Cume Statuere mempunyai arti “ membuat sesuatu agar berdiri atau mendirikan/ menetapkan.” Dengan demikian bentuk tunggal dari konstitusi adalah menetapkan sesuatu secara bersama-sama dan bentuk jamak dari konstitusi adalah segala yang di tetapkan. Selain itu juga berlaku hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik-praktik penyelenggaraan negara, yang disebut dengan konvensi.
Terdapat beberapa definisi kontitusi dari para ahli, yaitu :
a)    Herman Heller, membagi pengertian konstitusi menjadi tiga: Konstitusi dalam pengertian politik sosiologis. Konstitusi mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan.
b)   Konstitusi merupakan satu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat yang selanjutnya dijadikan satu kesatuan kaidah hukum. Konstitusi dalam hal ini sudah mengandung pengertian yuridis.
c)    Konstitusi yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tinggi yang berlaku dalam suatu negara.
Menurutnya pengertian konstitusi lebih luas dari undang-undang dasar.
1.    K.C. Wheare mengartikan konstitusi sebagai “keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara, berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah daalm pemerintahan suatu negara.
2.    Prof. Prayudi Atmosudirdjo merumuskan konstitusi sebagai berikut.
a)   Konstitusi suatu negara adalah hasil atau produk sejarah dan proses perjuangan bangsa yang bersangkutan.
b)   Konstitusi suatu negara adalah rumusan dari filsafat, cita-cita, kehendak, dan perjuangan bangsa Indonesia.
c)   Konsitusi adalah cermin dari jiwa, jalan pikiran, mentalitas, dan kebudayaan suatu bangsa.
Konstitusi dapat diartikan dalam arti luas dan sempit, sebagai berikut :
1.    Konstitusi (hukum dasar) dalam arti luas meliputi hukum dasar teretulis dan tidak tertulis.
2.    Konstitusi (hukum dasar) dalam arti sempit adalah hukum dasar tertulis yaitu undang-undang dasar. Dalam pengertian ini undang-undang dasar merupakan konstitusi atau hukum dasar yang tertulis.
(Winarno, 2008)
B.     Hakikat dan Fungsi Konstitusi
Pada hakikatnya sebuah konstitusi harus memuat secara ketat materi-materi yang secara substansial harus ada pada sebuah konstitusi. Menurut Miriam Budiharjo, setiap undang-undang dasar memuat ketentuan-ketentuan mengenai hal-hal sebagai berikut:
1.    Organisasi Negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah Negara bagian, prosedur menyelesaikan masalah pelanggaran yurisdiksi oleh salah satu badan pemerintah dan sebagainya.
2.    Hak-hak asasi manusia.
3.    Prosedur mengubah Undang-Undang Dasar.
4.    Ada kalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari Undang-Undang Dasar.
(Nuruddin Hady, 2010)    
Konstitusi menempati kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan ketatanegaraan suatu Negara karena konstitusi menjadi barometer kehidupan bernegara dan berbangsa yang sarat dengan bukti sejarah perjuangan para pendahulu. Meskipun konstitusi yang ada di dunia ini berbeda-beda baik dalam hal tujuan, bentuk dan isinya, tetapi umumnya mereka mempunyai kedudukan formal yang sama, yaitu sebagai :
·      Konstitusi sebagai Hukum Dasar, karena ia berisi aturan dan ketentuan tentang hal-hal yang mendasar dalam kehidupan suatu negara.
·      Konstitusi sebagai Hukum Tertinggi, artinya bahwa aturan-aturan yang terdapat dalam konstitusi, secara hierarki mempunyai kedudukan lebih tinggi terhadap aturan-aturan lainnya, sehingga aturan-aturan yang lain harus sesuai dengan undang-undang dasar.
Menurut Jimly Asshiddiqie dalam Winarno, 2008 konstitusi memiliki beberapa fungsi sebagai berikut :
1)      Fungsi penentu atau pembatas kekuasaan Negara.
2)      Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antarorgan Negara.
3)      Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antara organ dengan warga Negara.
4)      Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara ataupun kegiatan penyelenggaraan kekuasaan negara.
5)      Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang asli (dalam demokrasi adalah rakyat) kepada organ Negara.
6)      Fungsi simbolik yaitu sebagai sarana pemersatu (symbol of unity), sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan (identity of nation) serta sebagai center of ceremony.
7)      Fungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat (social control), baik dalam arti sempit yaitu bidang politik dan dalam arti luas mencakup bidang social ekonomi.
8)      Fungsi sebagai sarana perekayasaan dan pembaruan masyarakat.
(Winarno, 2008)

C.    Sejarah Lahirnya UUD 1945 Sebagai Konstitusi Negara Indonesia
Undang-Undang Dasar memegang peranan yang penting bagi kehidupan suatu negara, terbukti dari kenyataan sejarah NKRI sendiri, ketika Pemerintah Militer Jepang berjanji akan memberikan kemerdekaan kepada Rakyat Indonesia melalui Perdana Menteri Koiso yang diucapkan pada tanggal 7 September 1944, maka dibentuklah badan yang bernama Dokuritsu Zyunbi Choosakai (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI) pada tanggal 29 Arpil 1945 yang diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat dan Ketua Muda R.P. Soeroso, yang tugasnya menyusun Dasar Indonesia Merdeka (Undang-Undang Dasar).
Para anggota BPUPKI yang dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 bersidang dalam dua tahap: pertama, dari tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945 untuk menetapkan dasar negara dan berhasil merumuskan Pancasila yang didasarkan pada pidato anggota Soekarno pada 1 Juni 1945, kedua, dari tanggal 10 - 17 Juli 1945 yang berhasil membuat Undang-Undang Dasar. Pada akhir sidang pertama, ketua sidang membentuk sebuah panitia yang terdiri dari 8 orang dan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang disebut Panitia Delapan. Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan pertemuan antara gabungan paham kebangsaan dan golongan agama yang mempersoalkan hubungan antara agama dengan negara. Dalam rapat tersebut dibentuk Panitia Sembilan, terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. A. Subardjo, Mr. A. A. Maramis, Ir. Soekarno, KH. Abdul Kahar Moezakir, Wachid Hasyim, Abikusno Tjokrosujoso, H. Agus Salim, dan Mr.  Muh. Yamin. Panitia Sembilan berhasil membuat rancangan Preambule Hukum Dasar, yang oleh Mr. Muh. Yamin disebut dengan istilah Piagam Jakarta (Jakarta Charter).
Pada tanggal 14 Juli 1945 pada sidang kedua BPUPKI, setelah melalui perdebatan dan perubahan, teks Pernyataan Indonesia Merdeka dan teks Pembukaan UUD 1945 diterima oleh sidang. Teks Pernyataan Indonesia Merdeka dan teks Pembukaan UUD 1945 adalah hasil kerja Panitia Perancang UUD yang diketuai oleh Prof. Soepomo. Setelah selesai melaksanakan tugasnya, BPUPKI melaporkan hasilnya kepada Pemerintah Militer Jepang disertai usulan dibentuknya suatu badan baru yakni Dokutsu Zyunbi Linkai (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia/PPKI), yang bertugas mengatur pemindahan kekuasaan (transfer of authority) dari Pemerintah Jepang kepada Pemerintah Indonesia. Atas  usulan tersebut maka dibentuklah PPKI dengan jumlah anggota 21 orang yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan Wakil Ketuanya Drs. Moh. Hatta. Anggota PPKI kemudian ditambah 6 orang. tetapi lebih kecil daripada jumlah anggota BPUPKI, yaitu 69 orang. Menurut rencana, Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada Rakyat Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945. Namun terdapat rakhmat Allah yang tersembunyi (blessing in disguise) karena, sepuluh hari sebelum tibanya Hari-H tersebut, Jepang menyatakan kapitulasi kepada Sekutu tanpa syarat  undconditional surrender).
Dalam tiga hari yang menentukan, yaitu pada tanggal 14, 15, dan 16 Agustus 1945 menjelang Hari Proklamasi, timbul konflik antara Soekarno-Hatta dengan kelompok pemuda dalam masalah pengambilan keputusan, yaitu  mengenai cara bagaimana dan kapan kemerdekaan itu akan diumumkan. Soekarno-Hatta masih ingin berembuk dulu dengan Pemerintah Jepang sedangkan kelompok pemuda ingin mandiri dan lepas sama sekali dari campur tangan Pemerintah Jepang.
Pada hari Kamis pagi, tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno-Hatta dibawa (diculik) oleh para pemuda ke Rengasdengklok, namun pada malam harinya dibawa kembali ke Jakarta lalu mengadakan rapat di rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta. Pada malam itulah dicapai kata sepakat bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan di Jalan Pegangsaan Timur 56, yaitu rumah kediaman Bung Karno, pada hari Jum’at 17 Agustus 1945 (9 Ramadhan 1364), pukul 10.00 WIB.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 petang hari datanglah utusan dari Indonesia bagian Timur yang menghadap Drs. Moh. Hatta dan menyatakan bahwa rakyat di daerah itu sangat berkeberatan pada bagian kalimat dalam rancangan Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: “Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Dalam menghadapi masalah tersebut dengan disertai semangat persatuan, keesokan harinya menjelang sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dapat diselesaikan oleh Drs. Moh. Hatta bersama 4 anggota PPKI, yaitu K.H. Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Teuku M. Hasan. Dengan demikian tujuh kata dalam pembukaan UUD 1945 tersebut dihilangkan. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan bahwa badan yang merancang UUD 1945 termasuk di dalamnya rancangan dasar negara Pancasila adalah BPUPKI yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945. Setelah selesai melaksanakan tugasnya yaitu merancang UUD 1945 berikut rancangan dasar negara, dan rancangan pernyataan Indonesia merdeka, maka dibentuklah PPKI pada tanggal 7 Agustus 1945. Jadi konstitusi Negara Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang untuk pertama kali disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945.

D.    Dinamika Pelaksanaan UUD 1945 Sebagai Konstitusi Negara Indonesia
Dalam sejarahnya, sejak proklamasi 17 Agustus 1945 hingga sekarang di Indonesia telah berlaku tiga macam undang-undang dasar dalam empat periode, yaitu :
a.    Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 berlaku UUD 1945. UUD 1945 terdiri dari bagian pembukaan, batang tubuh (16 bab), 37 pasal, 4 pasal Aturan Peralihan, 2 ayat Aturan Tambahan dan bagian penjelasan.
b.    Periode 27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950 berlaku UUD RIS. UUD RIS terdiri atas 6 bab, 197 pasal dan beberapa bagian.
c.    Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 berlaku UUDS 1950 yang terdiri atas 6 bab, 146 pasal dan beberapa bagian.
d.   Periode 5 Juli 1959 – sekarang kembali berlaku UUD 1945.
Khusus untuk periode keempat berlaku UUD 1945 dengan pembagian berikut :
·      UUD 1945 yang belum diamandemen
·      UUD 1945 yang sudah diamandemen (tahun 1999, tahun 2000, tahun 2001, dan tahun 2002).
(Winarno,2008)
a)   UUD 1945 Berlaku 18 Agustus 1945 Sampai 27 Desember 1949
Dalam kurun waktu di atas pelaksanaan UUD tidak dapat di laksanakan dengan baik, karena bangsa indonesia sedang dalam masa pancaroba, artinya dalam masa upaya membela dan mempertahankan kemerdekaan yang baru diproklamasikan. Sedangkan pihak kolonial masih ingin memjajah kembali negara indonesia.
Undang-undang dasar yang berlaku dari tanggal 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949 memuat ketentuan undang-undang dasar sistem pemerintahan Indonesia bersifat presidensiil. Artinya, para menteri tidak bertanggungjawab kepada badan legislatif, tetapi hanya bertindak sebagai pembantu presiden. Lebih lanjut, mulai November 1945, berdasarkan maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, pengumuman Bdan Pekerja 11 November 1945, dan maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945, tanggung jawab politik terletak di tangan para menteri. Keadaan ini merupakan awal dari suatu sistem pemerintahan parlementer yang praktis dipertahankan sampai tahun 1959, melaui dekrit Presiden. Jadi, mulai 14 November 1945 sampai 27 Desesmber 1949 sistem pemerintahan yang diselenggarakan berlainan dengan sistem pemerintahan sebagaimana diatur dalam naskah Undang-Undang Dasar 1945 (Miriam Budihardjo, 2007 dalam Sunarso dkk, 2008).
b)   Konsitusi RIS Berlaku 27 Desember 1949 Sampai 17 Agustus 1950
Kemudian undang-undang dasar yang berlaku dari tanggal 27 Desember 1945- 17 Agustus 1950 adalah konstitusi RIS. Dengan berdirinya negara Republik Indonesia Serikat (RIS), negara Republik Indonesia (RI) secara hukum masih tetap ada hanya saja berubah status menjadi salah satu negara bagian dari negara RIS. Undang-Undang Dasar 1945 yang semula berlaku untuk wilayah seluruh Indonesia, mulai tanggal 27 Desember 1949 hanya berlaku dalam wilayah Negara Bagian Republik Indonesia saja.
Negara RIS dengan konstitusi RIS-nya sangat pendek karena memang tidak sesuai dengan jiwa proklamasi kemerdekaan yang menghendaki negara kesatuan, sehingga beberapa negara bagian mulai meleburkan diri lagi dengan Republik Indonesia.
Konstitusi RIS ini tidak dapat berlangsung dalam waktu yang cukup lama, melainkan hanya lebih kurang 8 bulan (27desember 1949 sampai 17 agustus 1950). Hal ini terjadi karena adanya tuntutan masyarakat dari berbagai daerah untuk kembali ke bentuk negara kesatuan dan meninggalkan bentuk negara RIS. Kenyataan ini membuat negara RIS bubar dan kembali bergabung kebentuk  negara kesatuan yang beribukota di yogyakarta. Pada tahun 1950, negara ris yang belum bergabung dalam NKRI adalah negara bagian indonesia timur dan negara bagian sumatra timur, namun dalam waktu yang tidak lama dicapai kesepakatan antara NKRI dengan kedua negara bagian tersebut. Dengan kesepakatan itu, maka pada tanggal 17 agustus 1950 negara RIS resmi kembali bergabung dengan NKRI.
c)    UUDS 1950 Berlaku 17 Agustus 1950 Sampai 5 Juli 1959
Undang-undang dasar sementara 1950 ini merupakan UUD yang ketiga bagi indonesia.  Menurut UUDS ini sistem pemerintahan, yang dianut adalah sistem pemerintahan parlementer dan bukan sistem pemerintahan presidensial lagi seperti dalam UUD 45. Menurut sistem pemerintahan parlementer yang tertuang dalam UUDS ini, presiden dan wakil presiden adalah kepala pemerintahan dan tidak dapat di ganggu gugat karena yang bertanggung jawab adalah para menteri kepada parlemen (DPR). UUDS ini berpijak pada pemikiran liberal yang mengutamakan UUD individu, sedangkan UUD 1945 berpijak pada landasan demokrasi pancasila yang berisikan sila keempat.
Dalam pelaksanaannya sistem parlemanter yang di ambil oleh UUDS ini menyebabkan tidak tercapainya stabilitas politik dan pemerintahan, karena sering bergantinya kabinet yang berdasarkan kepada dukungan suara di parlemen. Selama tahun 1950 sampai 1959 terjadi pergantian kabinet sebanyak 7 kali, sehingga implikasinya banyak program kabinet yang tidak berjalan dan tidak berkesinambungan. Disamping itu sidang dewan konstituante merupakan hasil pemilu demokratis pada bulan september dan desember tahun 1955, mendapat tugas untuk menyusun rancangan UUD baru sebagai pengganti UUD 1945 sebagai wujud akomodasi dari aspirasi masyarakat yang menginginkan adanya perubahan dari UUDS ke UUD baru yang mengalami kemacetan (stagnan) selama 2 tahun. Mengingat dampak dari stagnannya pembahasan RUUD tersebut, dalam waktu yang relatif lama menimbulkan kekawatiran bahwa dewan konstituante akan gagal menyelesaikannya. Kondisi politik yang demikian membuat pemerintah (presiden soekarno) mengeluarkan dekrit presiden 5 juli 1959 yang isinya kita kembali ke UUD 1945.
d)   UUD 1945 Berlaku 5 Juli 1959 Sampai  1966
Negara kesatuan yang merupakan perubahan ketatanegaraan dari negara serikat itu menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang di dalam pembukaannya memuat dasar negara Pancasila, tetapi pelaksanaan sistem pemerintahannya menggunakan sistem kabinet parlementer. Dengan demikian, sistem kabinet parlementer itu tidak cocok dengan jiwa Pancasila (Sunarso, 2008). Dalam sejarahnya lembaga konstituante yang diberi tugas menyusun Undang-Undang Dasar baru pengganti UUDS 1950 tidak berhasil menyelesaikan tugasnya. Situasi ini kemudian memicu Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang isinya :
1)   Menetapkan pembubaran Konstituante.
2)   Menetapkan berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUD 1950.
3)   Pembentukan MPRS dan DPAS.
Dengan ditetapkannya Dekrit Presiden tersebut, maka sejak saat itu UUDS 1950 dinyatakan tidak berlaku lagi. Kemudian UUD 1945 berlaku kembali sampai sekarang.
Pada kurun waktu 1959-1966 ini biasa dikenal dengan istilah Orde Lama (ORLA) yang dipimpin oleh Presiden Soekarno. Pelaksanaan UUD 1945 pada kurun waktu kepemimpinan presiden soekarno adalah beberapa hal yang perlu dicatat mengenai peyimpangan konstitusi UUD 1945 yaitu:
1)      Presiden merangkap kepala negara dan kepala pemerintahan(penguasa eksekutif dan legislatif).
2)      Mengeluarkan UU dalam bentuk penetapan presiden tanpa persetujuan DPR.
3)      MPRS mengangkat presiden seumur hidup.
4)      Hak budget DPR tidak berjalan, karena setelah tahun 1960 pemerintah tidak mengajukan RUU APBN untuk mendapat persetujuan DPR.
5)      Pimpinan lembaga lembaga tinggi dan tertinggi negara diangkat menjadi menteri-menteri negara dan presiden menjadi ketua DPA.
e) UUD 1945 Pada Tahun 1966-1999
Pelaksanaan UUD 1945 pada masa ini memiliki nilai penting bagi kelangsungan kehidupan bangsa dan negara indonesia pasca pemerintahan presiden soekarno. Pemerintahan yang kita kenal dengan sebutan pemerintahan Orde Lama, yaitu pemerintahan yang menjalankan tatanan kehiduppan berbangsa dan bernegara dengan tatanan yang belum sesuai dengan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kenyataan ini secara bertahap dilakukan perbaikan dan koreksi dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara oleh pemerintahan presiden soeharto. Pemerintahan ini dikenal dengan sebutan pemerintahan orde baru, yaitu pemerintahan yang menjalankan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara menurut pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Pelaksanaan UUD 1945 pada masa ini atau yang dikenal dengan istilah Orde Baru pada kepemimpinan presiden Soeharto dapat dicatat mengenai pelaksanaan konstitusi yaitu:
a.       Membentuk lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD 1945 yang ditetapkan dalam undang undang.
b.      Menyelenggarakan mekanisme kepemimpinan nasional lima tahunan yaitu melaksanakan pemilu DPR, pemilihan presiden dan wakil presiden, mengangkat kabinet, laporan pertanggung jawaban dalam sidang umum MPR dan seterusnya.
c.       Menggunakan sistem pemerintahan presidensial sebagaimana diatur dalam konstitusi UUD 1945.
f) UUD 1945 Amandemen 1999, Berlaku Pada Tahun 1999 Sampai   Sekarang
Dalam penerapan konstitusi UUD1945 amandemen, sistem pemerintahan negara mengalami perbuahan sangat signifikan dengan penerapan sistem pemerintahan pada konstitusi UUD 1945 praamandemen.
Pada masa Reformasi ini, UUD 1945 mengalami proses amandemen sesudah berakhirnya masa pemerintahan Presiden Soeharto.Dalam penerapan konstitusi UUD1945 amandemen, sistem pemerintahan negara mengalami perbuahan sangat signifikan dengan penerapan sistem pemerintahan pada konstitusi UUD 1945 praamandemen.
E.     Amandemen UUD 1945 (1999-2002)
Amandemen (bahasa Inggris : amandemen) artinya perubahan. Mengamandemen artinya mengubah atau mengadakan perubahan yang mana menjadi hak parlemen untuk mengubah atau mengusulkan perubahan rancangan UUD. Menurut (Taufiqurohman Syahuri, 2004 dalam Winarno, 2007) istilah perubahan konstitusi itu sendiri mencakup dua pengertian, yaitu amandemen konstitusi (constitutional amendment) dan pembaruan konstitusi (constitutional reform).
Dalam hal amandemen konstitusi, perubahan yang dilakukan merupakan addendum atau sisipan dari konstitusi yang asli. Antara bagian perubahan dengan konstitusi aslinya masih terkait. Nilai-nilai lama dalam konstitusi asli masih tetap ada. Sistem perubahan ini dianut oleh Amerika Serikat.
Dalam hal pembaruan konstitusi, perubahan yang dilakukan adalah “baru” secara keseluruhan. Jadi, yang berlaku adalah konstitusi lama atau asli. Sistem ini dianut oleh negara seperti Belanda, Jerman, dan Perancis.
Kaitannya dengan masalah mengapa perlunya dilakukan amandemen UUD 1945 adalah karena kehidupan manusia yang senantiasa berubah, baik perubahan internal masyarakat, seperti pemikiran, kebutuhan hidup, kemampuan diri maupun kehidupan eksternal masyarakat, seperti lingkungan hidup yang berubah dan hubungan dengan msyarakat lain. Oleh karena itu, konstitusi sebagai landasan kehidupan bernegara harus senantiasa menyesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan yang terjadi di masyarakat.
Kekuasaan Soeharto dianggap telah membelenggu aspirasi rakyat dan mengecilkan peran lembaga-lembaga politik. Partai politik tidak berperan, DPR lemah dihadapan eksekutif, sehingga distribusi kekuasaan menjadi tidak seimbang antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kekuasaan Presiden sangat besar dan perlindungan HAM sangatlah minim serta mekanisme checks and balances tidak memadai. Oleh karena itu, tekanan untuk mengamandemen UUD 1945 pun semakin kuat. Walaupun terjadi pro dan kontra, namun amandemen UUD 1945 tetap dilakukan, tetapi dengan kesepakatan bahwa bagian pembukaan UUD 1945 tidak boleh diubah, tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sistem pemerintahan presidensial, penjelasan UUD1945 ditiadakan dan hal-hal normative dalam bagian penjelasan diangkat ke dalam pasal-pasal. Perubahan dilakukan dengan cara ‘adendum’ yaitu setiap pasal baru hasil amandemen akan selalu disertai dengan pasal aslinya. Tujuannya agar konteks historis dapat dilestarikan sehingga masih tetap dapat terus dipelajari oleh generasi mendatang (Nuruddin Hady, 2010).
Perubahan atau amandemen UUD 1945 dilakukan pertama kali oleh MPR pada sidang Umum MPR tahun 1999 dan mulai berlaku sejak tanggal 19 Oktober 1999. Amandemen atas UUD 1945 dilakukan sebanyak 4 kali (1999-2000) :
1.      Amandemen pertama terjadi pada sidang Umum MPR tahun 1999 dan disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999. Pasal yang berubah sebnayak 9 pasal, antara lain pasal 5 ayat (1), pasal 7, pasal 9, pasal 13 ayat (2), pasal 14, pasal 15, pasal 17 ayat (2) dan (3), pasal 20, dan pasal 21.
2.      Amandemen kedua terjadi pada sidang tahunan MPR dan disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000. Pada amandemen kedua ini, MPR RI mengubah dan atau menambahkan pasal 18, pasal 18 A, pasal 18 B, pasal 19, pasal 20 ayat (5), pasal 20A, pasal 22 A, pasal 22 B, Bab IX A, pasal 25 E, Bab X, pasal 26 ayat (2) dan ayat (3), pasal 27 ayat (3), Bab XA, pasal 28 A, pasal 28 B, pasal 28 C, pasal 28 D, pasal 28 E, pasal 28 F, pasal 28 G, pasal 28 H, pasal 28 I, pasl 28 J, Bab XII, pasal 30, Bab XV, pasal 36 A, pasal 36 B, dan pasal 36 C. Jadi, yang diamandemen sebanyak 25 pasal.
3.      Amandemen ketiga terjadi pada sidang tahunan MPR dan disahkan pada tanggal 10 November 2001. Pada perubahan ketiga yang diamandemen sebanyak 23 pasal, yaitu pasal 1 ayat (2) dan (3), pasal 3 ayat (1), (3), dan (4), pasal 6 ayat (1) dan (2), pasal 6A ayat (1, (2), (3), dan (5), pasal 7A, pasal 7B, ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), pasal 7C, pasal 8 ayat (1), dan (2), pasal 11 ayat (2) dan (3), pasal 17 ayat (4), Bab VIIA, pasal 22C ayat (1), (2), (3), dan (4), pasal 22D ayat (1), (2), (3), dan (4), Bab VIIB, pasal 22E ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6), pasal 23 ayat (1), (2), dan (3), pasal 23A, pasal 23G, ayat (1), (2), (3), (4), dan (5), pasal 24B ayat (1), (2), (3), dan (4), pasal 24C ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6).
4.      Amandemen keempat terjadi pada sidang tahunan MPR dan disahkan pada tanggal 10 agustus 2002. Pada perubahan keempat ini ysng diamandemen sebanyak 13 pasal, serta 3 pasal aturan peralihan, dan 2 pasal aturan tambahan yang meliputi pasal 2 ayat (1), pasal 6A ayat (4), pasal 8 ayat (3), pasal 11 ayat (1), pasal 16, passal 23B, pasl 23D, pasl 24 ayat (3), Bab XIII, pasal 31 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5), pasal 32 ayat (1), dan (2), Bab XIV, pasal 33 ayat (4) dan (5), pasal 34 ayat (1), (2), (3), dan (4), pasal 37 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5), Aturan peralihan pasal I, II, dan III, Aturan tambahan pasal I dan I.
Keseluruhan amandemen UUD 1945 itu pada dasarnya meliputi ketentuan mengenai (a) hak-hak asasi manusia, hak dan kewajiban warga negara, serta mekanisme hubungannnya dengan negara dan prosedur untuk mempertahankannya apabila hak-hak itu dilanggar, (b) prinsip-prinsip dasar tentang demokrasi dan rule of law serta mekanisme perwujudannya dan pelaksanaannya, seperti melalui pemilihan umum, dan lain-lain, serta (c) format kelembagaan negara dan mekanisme hubungan antar organ negara serta sistem pertanggungjawaban para pejabatnya. Dengan kata lain, menurut (Jimly Assidiqie, 2007 dalam Sunarso dkk, 2008), apa yang diatur dalam amandemen pertama sampai dengan amandemen keempat UUD 1945 mencakup semua hal yang menjadi pokok materi semua UU dasar negara modern di dunia.
Tentu tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan UUD 1945 ini membawa kemajuan. Hal ini tampak jelas bahwa kehidupan demokrasi tumbuh semakin baik. UUD 1945 hasil amandemen sudah memeunculkan ketentuan tentang cheks and balances secara lebih proporsional di dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Sebelum UUD 1945 diamandemen, banyak produk peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, seperti banyaknya UU yang bertentangan dengan UUD 1945, tetapi tidak ada lembaga pengujian yang dapat dioperasionalkan. Sekarang dapat kita lihat kemajuan yang terjadi dengan hadirnya MK yang berperan dalam pengujian UU, sebagai implementasi checks and balances yang bagus bagi sistem ketatanegaraan. Sekarang legislatif tidak bisa lagi membuat UU dengan sembarangan atau melalui transaksi politik tertentu, sebab produk legislasi sekarang sudah dapat diawasi dan diimbangi oleh lembaga yudisial, yaitu MK (Moh. Mahfud MD, 2010).
Dengan amandemen UUD 1945, lembaga MPR mengalami transformasi kedudukan dari lembaga tertinggi negara menjadi lembaga tinggi negara. Kekuasaan MPR pun menjadi berkurang. MPR tidak lagi berwenang untuk memilih pasangan Presiden dan wakil presiden, tetapi rakyatlah yang sekarang berdaulat untuk memilih pasangan Presiden dan Wakil Presiden. Dengan kata lain, kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat. Yang sebelum diamandemen kekuasaan tertinggi berada di tangan MPR. Pembagian kekuasaan juga diatur dengan jelas antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kekuasaan eksekutif didelegasikan kepada presiden, kekuasaan legislatif didelegasikan kepada presiden, DPR, dan DPD, dan kekeuasaan yudikatif didelegasikan kepada Mahkamah Agung. Sedangkan fungsi pengawasan atau kekuasaan inspektif, didelegasikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan  DPR. Setelah diamandemen, tidak ada kekuasaan konsultatif, yang sebelum diamandemen didelegasikan kepada Dewan Pertimbangan Agung. Dalam kekuasaan kehakiman ada 2 lembaga baru setelah diamandemen, yaitu KY dan MK.
Inti penerapan sistem pemerintahan pascaamandemen konstitusi uud 1945 antara lain:
a.       Perubahan ideologi politikdari sosialis demokrat (ORBA) menjadi liberal yang berintikan demokrasi dan kebebasan individu serta pasar bebas.
b.      Penyelenggaraan otonomi daerah kepada pemda tingkat I dan II(kabupaten/kota).
c.       Pelaksanaan pemilu langsung presiden dan wakil presiden.
d.      Pelaksanaan kebebasan pers yang bertanggung  jawab.
e.       Perubahan UU politik yang berintikan pemilu langsung dan sistem multipartai.
f.       Pelaksanaan amandemen konstitusi (UUD 1945) yang berintikan  perubahan struktur ketatanegaraan Indonesia yang ditandai dengan ditetapkannya konstitusi (UUD 1945) sebagai lembaga tertinggi negara.








BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :
1.      Konstitusi adalah sistem ketatanegaraan yang berupa peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan bersama untuk mengatur pemerintahan suatu negara.
2.      Hakikat dan fungsi konstitusi adalah adannya pembatasan kekuasaan pemerintah sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak sewenang-wenang. Dengan demikian, hak-hak warga negara diharapkan terlindungi.
3.      UUD 1945 disahkan oleh PPKI sebagai konstitusi negara Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945.
4.      Dalam pelaksanaannya, UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia telah mengalami perubahan menjadi konstitusi RIS ( 27 Desember 1945- 17 Agustus 1950), kemudian berubah menjadi UUDS 1950 ( 17 Agustus 1950- 5 Juli 1959), hingga akhirnya menjadi UUD 1945 lagi tetapi dengan amandemen pada tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002.
5.      Amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan karena adanya tuntutan perubahan UUD 1945 yang kuat dari masyarakat. Masyarakat merasa bahwa muatan UUD 1945 waktu itu banyak yang tidak sesuai.














DAFTAR PUSTAKA

Hady, Nuruddin. 2010. Teori Konstitusi dan Negara Demokrasi. Malang : Setara Press.
Mahfud MD, Moh. 2010. Perdebatan Hukum Tata Negara. Jakarta : Rajawali Pers.
Srijanti dkk. 2008. Etika Berwarga Negara. Jakarta : Salemba Empat.
Sunarso dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta : UNY Press.
Winarno. 2008. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Bumi Aksara.









3 komentar: